Monday, September 24, 2007

SEABAD TAHUN KEAJAIBAN EINSTEIN[1]

Oleh : Kunaifi*

Tahun 1905, tepat seratus tahun yang lalu adalah "Annus Mirabilis" bagi Albert Einstein, sebuah “tahun keajaiban”. Pada tahun itu ia menyempurnakan Teori Relativitas Khusus (Special Theory of Relativity), satu dari dua rangkaian teori relativitas yang dihasilkannya. Temuannya ini menggemparkan dunia ketika dipublikasikan pada tanggal 30 Juni 1905 dalam paper berjudul “On the Electrodynamics of Moving Bodies” (Elektrodinamika Benda Bergerak) pada sebuah jurnal fisika terkemuka Jerman, Annalen der Physik. Pada saat itu usianya baru mencapai 26 tahun.

Teori relativitas khusus merupakan penggabungan mekanika klasik dan teori elektromagnetik Maxwell yang meruntuhkan konsep mekanika Newton, di mana Newton mengusulkan ruang-waktu mutlak. Einstein menggantinya dengan konsep ruang-waktu relatif; yang mutlak hanyalah kecepatan cahaya di ruang hampa, selain itu kecepatan bersifat relatif, bergantung daripada gerak pengamat. Masih berhubungan dengan karya yang sama, Einstein juga memperkenalkan relasi antara massa dan energi yang diformulasikan dengan rumus yang sangat terkenal, E = mc2.

Implikasi dari rumus kesetaraan massa dan energi diperkenalkan oleh ilmuwan Jerman yang berhasil memecahkan tenaga yang dimiliki oleh atom Uranium. Para ilmuwan ini (termasuk Einstein) kemudian mengirim surat kepada Presiden Amerika Serikat FD. Rosevelt untuk menggerakkan program pembuatan bom atom di negara itu. Alasan mereka saat itu, bila Amerika tidak melakukan, maka Hitler Si Tangan Besi yang akan memulainya. Kedahsyatan bom atom kemudian terbukti di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.

Teorinya ini mencakup kawasan materi yang paling kecil sampai ke yang paling besar menjelma dalam setiap gerakan di seluruh alam semesta raya, melalui penjelasan mendasar tentang sifat-sifat energi, materi, gerak, ruang dan waktu.

Pada tahun yang sama Einstein juga mengemukakan konsepnya tentang gerak Brown yang memperkuat bukti-bukti keberadaan molekul dan atom. Dan yang tidak ketinggalan adalah efek fotolistrik yang kemudian membawanya pada hadiah Nobel fisika pada tahun 1921. Melalui efek fotolistrik Einstein mengemukakan sifat dualisme daripada cahaya; bahwa cahaya bukan saja berupa gelombang elektromagnetik sebagaimana yang dipahami dunia sains saat itu, tetapi juga berupa sub partikel yang disebut foton. Konsep inilah yang kemudian menjadi dasar bagi fisika kuantum (fisika modern) saat ini.

Dunia ilmu pengetahuan, khususnya Fisika hingga sekarang masih menempatkan Einstein sebagai salah satu ilmuwan terbesar sepanjang zaman, berdampingan dengan para ilmuwan terkemuka seperti Newton, Maxwell, Galileo, Kepler, Maxwell, Bohr, Hawking dan lain-lain. Konsepsinya yang banyak menggagalkan konsep-konsep Newton mendorongnya untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Newton, dalam salah satunya bukunya ia mengatakan, “Newton, forgive me”.

Kebesaran Einstein digambarkan oleh Prof. Tabrani Rab selepas kunjungannya ke beberapa universitas papan atas di Amerika. Di MIT (Masachusset Institute of Technology), salah satu universitas terbaik di dunia, ia menemukan setiap gedung diberi nama para ilmuwan besar. Namun di sana tidak ditemukannya gedung yang memakai nama Einstein. Saat ditanya kepada pihak MIT, mereka menjawab bahwa posisi Einstein berada di atas semua ilmuwan yang ada, sehingga tidak ada gedung di MIT yang dapat mewakili kebesarannya. Bukan hanya itu, di penghujung millenium kemarin, majalah Time menobatkan Einstein sebagai Person of the Century.

Saat ini, tahun 2005, genap satu abad teori relativitas lahir ke muka bumi melalui si genius Einstein. Banyak sekali yang dapat dipelajari dari ilmuwan besar ini yang patut diteladani oleh generasi muda kita, termasuk mahasiswa yang kepadanya universitas memperkenalkan ilmu pengetahuan sebagai sebuah jalan menemukan kebenaran Tuhan, terlepas dari berbagai kontroversi yang mengemuka mengenai Einstein.

“Kita perlu berterima kasih kepada Einstein”, kata Oki Gunawan, seorang anggota Tim Olimpiade Fisika Indonesia tahun 1993 yang kini belajar di Universitas Princeton, di mana Einstein dulu menghabiskan umurnya. Menurut Oki, kita bisa mendengarkan musik lewat CD Player dengan suara jernih, nonton film dari DVD player dengan kualitas gambar yang tajam, memotret menggunakan kamera digital, menikmati listrik yang dihasilkan panel-panel surya, semua itu tidak terlepas dari jasa Einstein.

Sebagai penutup, pencapaian sains yang telah mengubah wajah dunia ini semestinya mendorong bangsa Indonesia, termasuk Riau untuk menyiapkan langkah kongkrit guna meningkatkan kemampuan generasi mudanya di bidang sains. Pihak pemerintah propinsi Riau nampaknya telah menunjukkan niat baiknya merintis jalan ke arah itu yang wujud sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan dua event besar beberapa waktu yang lalu, yaitu Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan The 6th Asian Physics Olympiad-APhO pada bulan 2 Mei 2005 lalu. Sekarang sudah tiba masanya kalangan akedemik di daerah ini membuat gayung tersebut bersambut.


*) Penulis adalah Dosen di Program Studi Teknik Elektro UIN Suska Riau



[1] Artikel ini sudah diterbitkan di harian Riau Pos.